Young Marriage

source pinterest

Hallo people, setelah almost 1 year gak pernah ngeblog soal perdekoran dan pekerjaan saya, kali ini saya kembali dengan tema blog yang berbeda, oh waw? Jadi begini, sebelum saya mulai menulis di blogspot, saya selalu menulis tentang berbagai macam opini ataupun perspektif saya mengenai isu-isu yang menurut saya menarik via Tumblr, setelah pemerintah kita memutuskan untuk memblokir Tumblr, saya pun kehilangan arah hahaha. Berhubung Tumblr sudah tidak bisa diakses oleh masyarakat Indonesia tanah air tergemas ini, saya bakal nulis di blogspot aja, so buibu jangan pada kaget dan bertanya-tanya “lho lho kemana abang Rawabelong yang selalu dibicarakan” wkwkw, untuk itu saya mengumumkan bahwa saya akan menulis berbagai macam hal yang menurut saya menarik dan tidak terbatas tentang dedekoran ataupun abang Rawabelong semata hahaha.
Okei, the first opini kali ini, saya mau membahas tentang young marriage. Huwaw. Menikah? Apakah saya akan menikah? Apakah saya mau membahas persiapan pernikahan saya? Huahaha, jawabannya BIG NO. I’m going to 25 years old, yap I’m pretty old dan belum (akan) menikah untuk waktu yang masih sangat tentative. Nah ngomongin soal menikah muda, seperti yang kita tau kayanya topic ini lagi hot banget dikalangan netijen, dan gak sedikit orang-orang di circle saya yang memilih untuk menikah muda. Di tulisan saya kali ini, saya tidak menjudge mereka kaula muda yang milih untuk membangun bahtera rumah tangga di usia yang tergolong muda, saya hanya ingin menyampaikan sudut pandang saya mengapa saya tidak memilih untuk menikah muda. Let’s started…..menurut saya menikah bukanlah hal sesederhana tinggal bersama dan terjamin bahagia selamanya sampai maut memisahkan. Atau pernikahan dilakukan karena “I can’t life without you my darling” uh waw? Sedari saya lahir hingga sekarang saya baik-baik aja tuh menjalani kehidupan yang fana ini, dan hal dasar yang orang-orang pakai untuk menikah adalah menghidari zina, waw. Emang nikah sekedar untuk hmm….okei enough dan yang terakhir adalah menyempurnakan agama. Malah justru disanalah letak berbagai masalahnya. Okei, saya akan jabarkan satu persatu hal yang membuat saya menjadi sangat mempertimbangkan untuk menikah muda. Menurut saya menikah itu adalah awal dari sebuah kehidupan yang penuh dengan tanggung jawab besar, tanggung jawab untuk saling memahami adalah awalan yang sederhana namun sulit dilakukan, selain berani untuk mengambil tanggung jawab besar sekali seumur hidup, kepribadian juga merupakan aspek penting penyatu umat manusia, mengenal kepribadian pasangan menurut saya dibutuhkan waktu yang ekstra, agar kelak ketika menikah, kita akan tau bagaimana seseorang tersebut menghadapi sebuah problematika kehidupan rumah tangga. banyak kasus perceraian disekitar saya, yang berawal dari kepribadian pasangan 180 derajat berbeda ketika memasuki kehidupan pernikahan. tak saling mengenal kepribadian ini dapat menyebabkan depresi dalam tingkatan berat atau neoritis depresi. Menikah muda berbekal usia dini, dan psikologis yang masih segar dan belum matang ini dapat membawa malapetaka, Dunia remaja yang sebenarnya masih disibukkan dengan menata hidup dan diri sebenarnya membuat seorang remaja tidak siap untuk sebuah perubahan dalam pernikahan, dibutuhkan kedewasaan yang tergaransi untuk membangun sebuah rumah tangga. Memang kedewasaan seseorang tidak bisa diukur dengan angka, namun seperti yang kita tahu pada umumnya, gejolak kaula muda yang penuh dengan energi serta hasrat kebebasan yang sepatutnya dirasakan, akan berubah menjadi benteng mahligai rumah tangga.  Terlebih pada masa ini, tingkat daya berpikir yang belum matang akan menciptakan sebuah konsep dimana jika sutau masalah terjadi, perbedaan pendapat, dan lainnya maka pernikahan tidak patut dipertahankan. Lalu aspek berikutnya yang menurut saya tidak kalah penting adalah edukasi tentang mendidik seorang anak, salah satu, tujuan dari menikah pastilah memiliki anak. Banyak kasus dimana anak-anak menjadi korban dari ketidakdewasaan orangtua. Persoalan lainnya adanya perubahan peran, yakni belum siap menjalankan peran sebagai ibu dan ayah. Tidak ada institusi pendidikan formal yang mempelajari bagaimana menjadi seorang bapak atau ibu yang baik. Seseorang dapat belajar dari pengalamannya sendiri maupun dari orang lain atau orangtua sendiri. Diperlukan pemikiran yang matang dalam mengolah informasi terkait merawat anak, bukan hanya berdampak terhadap kesehatan tubuh namun yang paling vital adalah, dampak untuk psikologis anak tersebut. menjaga dan merawat seorang anak, menjadi orangtua adalah proses belajar yang akan terus berlangsung.

Selain berlandaskan cinta, menurut saya faktor lain dari fenomena menikah muda yang sedang digandrungi ini adalah kemasan pernikahan yang super “instagramable” dan kelak kan mendapat pujian yang luar biasa. Setelah saya mengutarakan hal-hal serius yang membuat saya berfikir dua kali untuk menikah, selanjutnya adalah faktor yang kayanya “receh” tapi memang benar adanya. Beberapa waktu ini jika kita perhatikan sebuah resepsi pernikahan haruslah disuguhkan dengan maksimal, vendor-vendor ternama harus dipilih, tema dekorasi yang beda dari yang lain, jenis makanan yang dihidangkan pun harus yang super enak nan mewah. Setelah dikemas dengan sedemikian rupa, situasi resepsi tersebut akan tercipta kedalam bentuk visual yang menarik untuk difoto dan diupload ke social media, tanpa disadari fenomena ini menjadi ajang lomba untuk para gadis-gadis belia yang segera ingin menikah dan menampilkan visual resepsi yang sama walau dengan finansial yang terbatas. Social media memang tidak bisa disalahkan, namun akan lebih baik jika ditanggapi dengan bijak. But well, diantara berbagai macam faktor, tidak menutup kemungkinan kok diluar sana pasti ada pasangan yang memilih menikah muda dan bahagia selamanya hingga maut memisahkan.
A great marriage is not when the ‘perfect couple’ comes together. It is when an imperfect couple learns to enjoy their differences and the real act of marriage takes place in the heart, not in the ballroom or church or synagogue. It’s a choice you make not just on your wedding day, but over and over again and that choice is reflected in the way you treat your husband or wife.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

About

The Quarter Life Crisis

Apa Kontribusi Terbaik Dalam Hidupmu?